Kontroversi Dalai Lama, LPL Cabut Logo Mercedes-Benz

Rendy Lim
08/02/2018 15:43 WIB
Kontroversi Dalai Lama, LPL Cabut Logo Mercedes-Benz
Esports Observer

Tampaknya isu agama dan politik berpengaruh besar dalam dunia eSports, apalagi jika isunya menyangkut petinggi negara. Hal ini terjadi dalam League of Legends Pro League yang diadakan di Cina, dan penyebabnya adalah peran Mercedes-Benz sebagai salah satu sponsor utama turnamen yang melakukan 'kesalahan' posting, sehingga menyinggung publik di negara Tirai Bambu tersebut.

Selama tiga minggu sejak League of Legends Spring Split di Cina berlangsung, perusahaan mobil asal Jerman ini memunculkan kontroversi ketika postingan promo mereka via Instagram memuat kutipan dari Dalai Lama.

Sebelumnya, jika kamu ada yang sempat mengakses situs resmi LPL, maka tampilan utamanya akan seperti gambar di bawah ini.

Mercedes-Benz yang sebenarnya sponsor utama LPL, dan logonya harus berada di atas sponsor pendukung lainnya seperti Intel, L’Oreal Paris, Doritos, War Horse, dan HP, kini pihak penyelenggara malah mencabut logo tersebut secara diam-diam, sejak hari Senin (5/2).

Hal ini mengingatkan kembali kontroversi yang terjadi pada tahun 1959, ketika Dalai Lama kabur dari Tibet (masih dikuasai Cina) dan menetap di India. Sejak itu, Dalai Lama pun dianggap sebagai buronan pemerintah. Sebagai petinggi spiritual dan pemimpin politik bagi masyarakat Tibet, beliau mengumandangkan kebebasan sejak tahun 1950. Walaupun kebebasan daerah Tibet menarik banyak perhatian, namun tidak ada satu negara pun yang mengakui kemerdekaannya.

Netizen di Cina yang mengetahui postingan dari Mercedes-Benz via Instagram tersebut segera menyerukan aksi boikot untuk brand tersebut. Bereaksi cepat, Daimler (perusahaan induk dari Mercedes-Benz) dengan sigap segera menghapus postingan tersebut, dan minta maaf.

“Kami akan segera mengambil tindakan untuk lebih paham nilai dan budaya dari masyarakat Cina, termasuk bagi staff global kami," ungkap Daimler, melalui pernyataan resminya. "Dan membantu standar tindakan kami agar mencegah hal seperti ini kembali terjadi”.

Ini bisa menjadi pelajaran berarti bagi kita agar lebih berhati-hati saat menjalin kerjasama dengan mempelajari budaya serta nilai-nilai dari negara bersangkutan sebelum terjadi kesalahan yang akan berdampak pada imej dan reputasi ke depannya.