eSports: Seni Kompetisi Modern dengan Ancaman Skandal Konvensional

Christian Ponto
04/11/2017 13:21 WIB
eSports: Seni Kompetisi Modern dengan Ancaman Skandal Konvensional
Illustration eSports.id

ESports yang notabene merupakan jenis kompetisi baru kian diakui di seluruh dunia. Perkembangan yang begitu pesat menjadikan kompetisi eSports menarik bagi berbagai kalangan dan kelompok masyarakat untuk membidik kepentingan maupun menaruh harapan mereka. Bagi generasi muda di seluruh dunia, eSports layaknya sebuah seni yang lebih dapat melukiskan hasrat kompetisi terdalam mereka saat ini, dimana teknologi sudah mengakar dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Sayangnya, sejalan dalam perkembangannya, masih terkuak peristiwa-peristiwa kontroversial atau lazimnya kerap disebut skandal yang mencoreng dunia eSports baik di Indonesia maupun luar negeri. Berikut beberapa diantaranya:

  • Tindakan tidak sportif

Kasus kecurangan yang paling hangat terdengar kabarnya, tentu saja tindakan yang dilakukan oleh tim DOTA 2 asal Indonesia, Rise.Cat. Ketika berlaga di babak kualifikasi untuk The Internasional 2016, mereka melakukan tindakan tidak sportif dengan tidak melakukan ‘pause game’ saat musuh mengalami putus koneksi. Setelah penyelidikan lebih mendalam, pihak penyelenggara dari FaceIt, akhirnya memutuskan bahwa tim Rise.Cat tersingkir dari babak kualifikasi.

Jauh sebelum itu, kasus serupa namun tidak sama, tindakan kurang sportif dilakukan pula oleh tim Azubu Frost dalam suatu turnamen LAN. Di turnamen League of Legends World Championship 2012 terdapat kecacatan dalam layout panggung, dimana tempat para pemain terlalu dekat layar besar yang menampilkan jalannya pertandingan. Alhasil, para pemain kedapatan memanfaatkan situasi dengan menoleh ke layar tersebut.

Terdapat sedikitnya 5 indikasi dimana beberapa tim melakukan tindakan kecurangan dengan menoleh ke belakang dan melihat minimap agar bisa mengetahui posisi lawan. Bukti rekaman paling jelas memperlihatkan carry dari tim Azubu Frost, Woong yang ‘mencontek’ minimap untuk mengetahui pergerakan musuh dan kemudian mempersiapkan antisipasi serangan lawan. Setelah terbukti, pihak Riot Games menjatuhkan denda kepada Azubu Frost sebesar USD 30.000.

  • Penggunaan cheat

Skandal yang cukup umum dalam dunia game dan kini juga nampak siap mengerogoti scene eSports secara global adalah penggunaan cheat. Disinyalir ada beberapa pemain yang menghalalkan segala cara untuk bisa menang, seperti kasus yang melibatkan Kid x (Overwatch), KQLY, dan SF (CS:GO) dengan dugaan penggunaan software aimbot. Software ini berfungsi sebagai program untuk melakukan pembidikan secara otomatis dengan memanfaatkan flaw dalam proses rendering khusus tipikal game bergenre FPS. Hasilnya, ketiga pemain di atas kini menerima sanksi berupa banned dan dipecat dari tim.

  • Perjudian dan pengaturan pertandingan

Skandal eSports terbesar yang pernah terungkap sejauh ini adalah skandal perjudian Starcraft. Bisa dibilang permainan Starcraft merupakan salah satu game favorit yang mampu menciptakan bisnis eSports di Korea berkembang lebih dulu dibanding Amerika maupun Cina. Maraknya turnamen dan liga-liga professional, berdampak pada munculnya banyak rumah judi yang terus ‘menggoda’ para pemain agar sengaja mengalah demi keuntungan judi yang besar. Lebih dari 10 pemain Starcraft terciduk diantaranya bahkan pemain yang terbilang lagi ‘hype’ pada saat itu, yakni sAviOr dan Hwasin. Skandal inilah juga yang akhirnya membuat banyak media mainstream di Korea mulai tertarik memuat eSports sebagai pemberitaannya.

Pada tahun 2012, League of Legends diterpa isu skandal besar pertamanya. Tim Dignitas dan Curse NA didapati melakukan kesepakatan rahasia untuk bermain all random - all mid dalam game pertamanya di ajang Grand Final MLG Summer Championship. Mereka berencana untuk berbagi hadiah uang senilai USD 40.000, namun hal ini diketahui oleh pihak penyelenggara. MLG langsung mengambil langkah tegas dengan menggugurkan kedua tim dan memberikan hadiah utamanya kepada tim peringkat ketiga, keempat, kelima, dan keenam.

Berselang satu tahun, tepatnya tanggal 16 Juni 2013, muncullah insiden ‘322 dimana Alexei ‘Solo’ Berezin asal tim RoX.Kis dengan sengaja melakukan feed agar timnya kalah. Dari kekalahan tersebut, dirinya mendapatkan keuntungan judi sebesar $322 via egamingbets.com. Sempat dijatuhi hukuman larangan tampil seumur hidup di ajang StarLadder, Solo pun telah mengakui kecurangan tersebut sehingga masa hukumannya dikurangi menjadi 1 tahun. Kini istilah ‘322’ sering digunakan komunitas DOTA 2 untuk menyatakan permainan jelek dari tim atau individu yang berujung kekalahan.

Memasuki paruh kedua tahun 2017, sebenarnya masih ditemui banyak kejanggalan dalam scene eSports, secara spesifik beberapa kejadian seputar komunitas lokal yang tengah mencuat misalnya tidak ada transparansi dari penyelenggara turnamen, tunjangan para pemain yang belum terpenuhi, serta isu kontroversi lainnya. Sebagai orang-orang yang terlibat dalam komunitas eSports, kita hanya bisa berharap seni kompetisi modern ini akan semakin baik sehingga nilai positif lebih ditonjolkan daripada hal-hal berbau kontroversi yang bakal melukai semangat sportifitas.