Kontroversi RUU eSports di Argentina yang 'Pilih Kasih'

Christian Ponto
12/09/2018 10:35 WIB
Kontroversi RUU eSports di Argentina yang 'Pilih Kasih'
#NoAlProyectoDeEsportsAADE (No to the Esports Project AADE) - TwinGalaxies

Di tengah kekalutan tinggi akan partisipasi cabang eSports di ajang Olimpiade yang kian meragukan setelah bos IOC sendiri menyampaikan keengganan beliau untuk memasukkan genre game berbau kekerasan, pemerintah Argentina ternyata menggagas sebuah RUU eSports yang secara tegas memangkas kehadiran beberapa game, dan notabene lebih populer di kalangan gamer.

Seyogianya, konsep awal undang-undang ini adalah ditujukan untuk memasukkan legitimasi akan eSports dalam lingkup hukum yang menata segala peraturan menyangkut olahraga di Argentina. Tapi, kenyataannya secara detil RUU ini malah terkesan 'pilih kasih', dan bahkan memberi dampak lebih buruk terhadap unsur kompetitif yang ingin diusungnya.

Sebagaimana dilansir pertama kali oleh Ole (situs olahraga setempat), RUU ini diajukan oleh Asociacion Argentina de Deportes Electronicos (AADE, semacam IESPA dari Argentina) agar mendapat persetujuan dari pihak National Sports Law, atau badan pemerintah urusan keolahragaan.

Secara garis besar, RUU ini melarang partisipasi semua game yang berunsur kekerasan dalam sebuah konsep turnamen, dan hanya menentukan pilihan kategori game bergenre RTS, Sports, serta digital card games.

Artinya, banyak pilihan game lain yang bahkan jauh lebih populer akan disisihkan, seperti Counter-Strike: Global Offensive, DOTA 2, Call of Duty, Street Fighter, dan beberapa game favorit tidak diperbolehkan.

Menanggapi RUU ini, kontan sejumlah organisasi eSports dan fans gamer di Argentina buka suara untuk menghujat pihak AADE beserta RUU miliknya tersebut. Bahkan, beberapa malah lakukan demo besar ke gedung parlemen untuk menolak rancangan 'pilih kasih' tersebut. Gerakan ini kemudian mereka kampanyekan dengan hastag #NoAlProyectoDeEsportsAADE (No to the Esports Project AADE).

Langkah kebijakan dari pemerintah Argentina, melalui AADE ini, bukan satu-satunya upaya birokrasi yang 'memandulkan' gairah kompetisi game dengan suatu regulasi. Beberapa saat lalu, pemerintah Tiongkok juga memangkas distribusi dan penjualan game online, sekaligus mematok durasi waktu bermain yang singkat bagi anak-anak.

Hal ini sepertinya dipicu oleh pernyataan resmi dari Thomas Bach, President of IOC, yang menganggap konsep eSports, khususnya game-game yang dia kategorikan 'killer games', tidak sesuai dengan nilai-nilai Olimpiade, sehingga tidak boleh diikutsertakan dalam kompetisi.


Thomas Bach, President of International Olympic Committe

Isu ini pun makin meruncing setelah tragedi penembakan di Jacksonville, saat berlangsung turnamen Madden NFL 2018, yang juga melibatkan sosok gamer dengan pengaruh game berkonten kekerasan.

Dengan adanya perdebatan antara fans gamer yang mendukung game favoritnya masuk ajang internasional, dan pihak pemerintahan untuk mendukung partisipasi eSports ke Olimpiade, apakah masih ada harapan agar bisa memiliki 'satu suara' ke depannya, demi kemajuan olahraga digital ini di dunia? Butuh waktu, tapi semoga tidak berlarut-larut ya sobat eSports!